It’s Not Sandwich Generation, It’s Just Reality

In my 30 years of life, i never felt so frustrated like today. My mom got ill, and i still struggle to adapt in my new life in Jakarta. So i think i could officially say that i am now a sandwich generation. But, in the same time, i also want to say, that No! this is not sandwich generation.

Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Freedom to speak

Never Ending Learning

Dunia terus berkembang, dan saya termasuk orang yang tidak pernah percaya 100% pada prediksi orang-orang tentang bagaimana dunia akan bekerja. Bahkan jika prediksi itu diucapkan oleh ahlinya ahli sekalipun.

Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Freedom to speak

Surat Cinta untuk Ashilla Arunika Nugraheni

Untuk anakku yang saat ini mungkin belum mengenalku.

Surat ini aku tulis, agar saat kamu selesai belajar membaca nanti, atau saat kamu mulai pacaran dengan anak band di sekolahmu, atau saat kamu mulai kuliah di luar kota nanti, kamu bisa tahu, berapa besar rasa cinta ayah kepadamu.

Baca lebih lanjut

2 Komentar

Filed under Freedom to speak

Mengapa Joker adalah Film Terbaik 2019 Menurut Saya

Per hari ini, yaitu 19 Oktober 2019, nilai Joker di Rotten Tomatoes merosot jauh. Bahkan film ini kehilangan predikat freshnya karena rata-rata nilai dari kritikus hanya 68% saja. Untuk mendapatkan predikat fresh minimal skornya adalah 75%.

Yang menarik adalah, Captain Marvel mendapatkan predikat freshnya itu. Tapi tak apalah, saya sedang tidak ingin menyebar hate speech kepada Marvel hari ini.

Mari kita bahas saja soal Joker. Yang meskipun banyak dikritik oleh kritikus ROtten Tomatoes, tapi tetap saja bagi saya adalah film terbaik tahun ini. Ya, saya begitu percaya dirinya mengklaim hal itu. Padahal tahun ini belum berakhir. Masih ada film akhir tahun.

Tapi saya sudah sangat yakin.

Lalu mengapa film Joker adalah yang terbaik?

1. Film Joker memberikan cara pandang yang baru

Secara teoritis, film adalah sebuah karya sastra. Dan sama seperti karya sastra pada umumnya, film berfungsi sebagai penyampai pesan. Banyak cara penyampaian pesan yang bisa dilakukan oleh sebuah film. Dan penilaian sebuah film baik atau tidak, juga bisa sangat beragam dari pesan yang ingin disampaikan sebuah film.

Misal, film bergenre komedi akan kita anggap baik kalau film itu berhasil membuat kita tertawa terbahak-bahak. Secara kuantitatif, bahkan film komedi bisa dihitung LPM (Laugh Per Minute)nya untuk mengatakan film ini bagus atau tidak.

Atau, film bergenre drama cinta-cintaan, akan saya anggap sebagai sebuah film yang bagus apabila dia bisa membangkitkan rasa cinta saya. Dalam konteks yang lebay, beberapa film cinta yang superior seperti you are apple of my eye, a little thing called love, sassy girl, dll berhasil membuat saya jadi ingin buru-buru memeluk pacar saya dan mengatakan betapa saya mencintainya.

Film memang memainkan perasaan kita saat menontonnya. Kadang kita dibuat benci sekali dengan seseorang sehingga ketika akhirnya si orang itu kena batunya, kita sebagai penonton merasakan kegembiraan yang luar biasa (meskipun akting dari si aktor juga sangat berpengaruh di sini). Atau kadang kita diajak untuk berkenalan dengan orang yang dulunya sama sekali tidak kita kenal dan kemudian berempati kepadanya, hingga ketika dia berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan, kita merasakan kebahagiaannya.

Sampai kita sadar bahwa itu cuma film dan kita harus kembali ke kehidupan nyata kita, dengan nasi warteg lagi, dan kasur kosan yang sempit lagi.

Nah, selain sebagai penyampai pesan yang bersifat hiburan, film dalam tingkatan yang lebih tinggi (menurut saya) juga memberikan efek kepada penontonnya sebuah pengetahuan baru. Film memberikan informasi (dengan dibumbui drama tentunya) yang kemudian menciptakan forum diskusi yang menarik setelah kita melihatnya. Contoh dari film-film seperti ini adalah Interstellar, Memento, Gie, dll

Pada film Interstellar, saya yang dulunya tak tahu menahu soal paradok waktu, soal jagung yang tahan terhadap perubahan iklim, dan soal black hole, menjadi tahu dan tertarik untuk belajar lebih lanjut lagi. Bagi saya itu adalah sesuatu yang menarik dan memberikan ilmu baru. Sangat baru.

Tapi…

Di atas itu, masih ada tingkatan film lagi. Yang menurut saya melebihi 2 jenis yang saya sebutkan sebelumnya. Yaitu film yang mengubah cara pandang penontonnya terhadap sesuatu yang mungkin sebelumnya dia sudah tahu.

Ya, bedanya antara tingkatan ini dengan tingkatan sebelumnya adalah, untuk yang sebelumnya, penonton benar-benar seperti gelas kosong, tidak tahu apa-apa soal hal tersebut, lalu film muncul dan memberi tahunya. Sedangkan yang terakhir ini, penonton sudah memiliki air fanta di dalam gelasnya. Dan film mencoba mengganti fanta itu dengan sprite. Tugas yang lebih susah, dan bagi saya benar-benar menarik.

Film Joker, menurut pandangan saya, masuk dalam kategori ini.

Sebelum menonton, saya tahu tentang Joker. Saya tahu bahwa dia gila. Saya tidak bisa memahami setiap tindakan jahatnya, tapi saya menyetujuinya karena saya menganggap dia gila. Tapi setelah menonton film…

Cara saya memandang tokoh Joker bisa dibilang berubah.

Kenapa? Karena alasan yang kedua ini:

2. Joker 2019 seolah menjadi Prequel Joker The Dark Knight yang sinting

Bagi saya pribadi, menonton film Joker 2019 ini, tidak bisa tidak, sangat dipengaruhi oleh Joker favorit saya sepanjang masa: Joker Heath Ledger. Selain karena Ledger adalah pemain pria pertama yang saya tonton filmnya di 10 thing i hate about you. (Basically, that movie is the first movie i ever watched from beginning until finish.) Juga karena Joker di situ memang sinting. Edan. Nggak bisa dinalar tindakannya.

Pada Joker versi The Dark Knight, saya benar-benar dibuat jengkel dan marah dengan tindakan Joker. Ketika dia memasuki sarang mafia. Ketika dia nyulik Harvey, ketika dia meledakkan rumah sakit, ketika dia bakar-bakar duit, ketika dia bilang ke Batman: I dont want to kill you, you complete me. Semuanya menurut saya sangat absurd, unpredictable, dan satu-satunya konklusi yang bisa saya dapatkan hanyalah: dia gila. Titik.

Tapi Joker 2019 ini seolah menjadi benang merah yang pas untuk menjelaskan kegilaan JOker di THe Dark Knight. Bagi saya, apa yang terjadi di film Joker Todd Philips ini, sangat-sangat bisa menjelaskan kenapa Joker di The Dark Knight menjadi sangat brutal dan sinting.

Dan efeknya, seperti yang sempat saya singgung sebelumnya, membuat saya memiliki cara pandang yang berbeda terhadap Joker.

Dulu, ketika Joker di hajar Batman di waktu interogasi dan di akhir film, rasanya sangat memuaskan nafsu saya. “Rasakan!” kata saya dalam hati waktu itu.

Tapi sekarang, saya berpikir sebaliknya. “Stop it Batman. Stop! Your society made it! He don’t deserve that!” kata saya dalam hati sekarang.

Dan alasan terakhir mengapa Joker begitu bagus adalah:

3. Tanpa glorifikasi pesan dan background yang saya sampaikan di atas, filmnya memang bagus kok!

Yap. Katakanlah saya lepas atribut subyektifitas saya pada tokoh Joker di atas. Mari kita bicarakan hal-hal teknisnya saja:

Alur cerita dan karakter developmentnya ditulis secara rapi dan bagus banget.

Scoring lagu-lagunya terasa pas dan cocok. Tidak kalah dengan Alan Silvestri lah.

Setting tempatnya sangat believable. Kita bisa melihat AMerika (Gotham) tahun 80an di film ini dengan sangat perfect.

Aktingnya Joaquin Phoenix…. saya rasa bagian ini sudah tidak perlu dibahas lah ya. Auto Oscar sepertinya.

Bagi saya puncak akting Joaquin adalah caranya dia tertawa. Kalau saya perhatikan lebih lekat, cara tertawanya dia saat disebabkan penyakitnya dan saat dia benar-benar tertawa, itu beda 180 derajat. Dan bagi saya itu gila. Detail kecil yang membuat saya kagum.

So, kalau kamu, gimana menurutmu soal film Joker?

Tinggalkan komentar

Filed under Freedom to speak

Pertama Kali Ikut Beauty Contest ERP

Beberapa waktu lalu, saya diberikan kesempatan untuk mengikuti proses tender yang cukup unik: beauty contest secara open presentasi.

Maksudnya apa? Kurang lebih, kita sebagai peserta lelang diadu secara buka-bukaan untuk mengobrolkan produk kita secara teknis (tidak membicarakan harga sama sekali).

Kenapa unik? Karena biasanya presentasi dilakukan secara tertutup. Tapi kali ini, semua serba buka-bukaan.

Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Freedom to speak